Jumat, 10 Oktober 2008

BAHAYA NONTON TV,.. NIKMATI HIDUP!

Mari kita kendalikan teknologi agar teknologi tidak mengendalikan kita

Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.

Faktanya..

• Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.

• Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1000 jam/tahun.

• Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, “Kidia” mencatat bahwa pada 2004 acara untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.

• Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.

• Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman untuk anak.

• Acara yang ‘Aman’: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis. Acara ini aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak boleh menonton tanpa didampingi.

• Acara yang ‘Hati-hati’: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia SD sehingga harus didampingi ketika menonton.

• Acara yang “Tidak Aman”: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut. Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.

Kenapa Kita Harus Mengurangi Menonton TV?

• Berpengaruh terhadap perkembangan otak

Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.

• Mendorong anak menjadi konsumtif

Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.

• Berpengaruh terhadap Sikap

Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.

• Mengurangi semangat belajar

Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.

• Membentuk pola pikir sederhana

Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.

• Mengurangi konsentrasi

Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan, akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.

• Mengurangi kreativitas

Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.

• Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)

Kita biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang untuk menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian membuktikan bahwa lebih banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara waktu makan, mengonsumsi makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi orangtua mereka untuk membeli makanan-makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.

• Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga

Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga. Sehingga bila ada waktu dengan keluarga pun, kita menghabiskannya dengan mendiskusikan apa yang kita tonton di TV. Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.

• Matang secara seksual lebih cepat

Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton TV sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi yang bagus dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau matang secara seksual lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi, mereka memiliki kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka lihat. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.


Jadi, Siapa yang Seharusnya Mengurangi Menonton TV?

Semua dan setiap orang. Karena akibat buruk yang diberikan oleh TV tidak terbatas oleh usia, tingkat pendidikan, status sosial, keturunan dan suku bangsa. Semua lapisan masyarakat dapat terpengaruh dampak buruk dari TV, orangtua, anak-anak, si kaya ataupun si miskin, si pintar dan si *****, mereka dari latar belakang apa saja, tetap terkena dampak yang sama. Seharusnya instansi pemerintah, instansi pendidikan, instansi agama, keluarga dan individu semua bersama-sama mendukung program ‘Hari Tanpa TV’ ini, untuk membangun bangsa yang lebih baik.

Pertimbangkan Hidup tanpa TV

Dengan banyaknya bukti betapa TV bisa memberikan beragam dampak buruk, banyak keluarga sekarang membuat rumah mereka bebas-TV. Sangat penting untuk anak mempunyai kesempatan mempelajari dan mengalami langsung pengalaman hidup sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan yang mereka butukan untuk sukses di masa yang akan datang. Kalau menurut Anda hidup tanpa TV itu masih terlalu sulit, maka perlahan batasi dan awasi dengan saksama tontonan anak Anda sepanjang tahun.
Mau melihat generasi anak yang lebih sehat? Keluarga yang lebih dekat? Masyarakat yang lebih madani? Matikan TV. Hal yang mungkin kecil tapi akan berdampak besaaar!
Bantu kami untuk menyebarkan bahaya TV kepada masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan publik, membantu orang untuk menikmati hidup tanpa TV, membantu mereka melakukan aktivitas yang bebas-TV, dan menawarkan tips-tips sederhana tentang cara melakukannya, kita akan membantu jutaan anak untuk mematikan TV dan menyadari bahwa hidup tanpa TV itu lebih menyenangkan dan menenangkan.
Dengan mematikan TV, kita jadi punya waktu untuk keluarga, teman, dan untuk kita sendiri.

Apa Manfaat HARI TANPA TV?

Dengan TV dalam keadaan mati, kita jadi memiliki kesempatan untuk berpikir, membaca, berkreasi dan melakukan sesuatu. Untuk menjalin hubungan yang lebih menyenangkan dalam keluarga dan masyarakat. Mengurangi waktu menonton TV membuat kita mempunyai lebih banyak waktu untuk bermain di luar, berjalan-jalan atau melakukan olahraga yang kita senangi.

Sumber : www.unitedindonesia.com

Rabu, 24 September 2008

Metode Hukuman Yang Efektif

Menghadapi anak yang sering membuat ulah, susah diatur, dan banyak menyusahkan orangtua adalah menjengkelkan. Terkadang ketika menghadapi perilaku negatif anak seperti itu banyak orangtua yang merasa tidak sabar lagi ingin mencerca, membentak, dan bahkan ingin memukulnya. Namun, tindakan orangtua seperti itu tentu tidak akan efektif, malah boleh jadi sebaliknya anak akan semakin bertingkah dan membangkang.

Ada hal yang penting orangtua ingat kembali bahwa salah satu tujuan dari memberikan hukuman kepada anak adalah supaya anak bisa merenungi kesalahannya dan tidak mengulangi lagi kesalahannya tersebut. Oleh karena itu, apabila orangtua langsung marah-marah, membentak, dan memukul anak ketika ia melakukan suatu kesalahan, maka tentu saja bagi anak tidak memiliki kesempatan untuk merenungkan kesalahannya tersebut. Anak bahkan mungkin tidak mengerti mengapa ia dipukul atau dibentak-bentak seperti itu. Apabila tindakan orangtua tersebut sering dirasakan oleh anak, maka perasaan benci dan dendam anak kepada orangtua akan timbul dalam dirinya (yer).

Kesimpulannya, metode hukuman akan leih efektif jika digunakan sekali-kali, tidak sering, dan hanya untuk perilaku yang sangat serius. Bentuk hukuman apapun yang sering diterapkan dan diberikan karena hanya masalah kecil akan menimbulkan rasa marah dan dendam kepada orangtuanya. Lambat laun tindakan orangtua tersebut dapat menimbulkan ikatan antara anak dengan orangtua akan menjadi terputus (Jacob Azerrad, Ph.D., 2005).

Daripada memberikan cercaan, omelan, atau pukulan atas tindakan salah yang dilakukan oleh anak, lebih baik berikanlah hukuman lain seperti tidak boleh menikmati hiburan TV, meminta anak duduk di pojok ruangan, atau tidak memberikan perhatian kepadanya dengan mengatakan bahwa orangtua tidak suka pada perilakunya.

Sumper : www.perkembangananak.com

Sabtu, 13 September 2008

Menjaga Anak dari Reaksi Seksual Sebelum Waktunya

Di masyarakat kita, masih banyak orangtua yang mengira bahwa anak kecil tidak akan terpengaruh oleh masalah seks, sebab ia belum mengerti apa-apa tentang seks. Pandangan orangtua seperti itu harus segera dirubah. Sebab, sebagian anak ada yang sudah memiliki hasrat seksual lebih cepat. Misalnya, ada beberapa anak yang sudah merasakan kenikmatan ketika kemaluannya tersentuh, ada anak yang suka melihat kemaluan milik dirinya sendiri atau milik orang lain (temannya), ada anak yang tertarik membicarakan masalah seks dengan teman-temannya. Bahkan ada juga anak yang suka mengkhayal, membayangkan hubungan seks dan terbiasa melakukan onani.

Oleh karena itu, Orangtua harus waspada dan tidak boleh membiarkan hal di atas terjadi pada anak. Bila hal tersebut terus dilakukan oleh anak sampai ia dewasa, maka dikhawatirkan akan membuatnya menjadi kecanduan dan menimbulkan masalah yang tidak diharapkan. Seperti, timbulnya reaksi pelecahan seksual dan kesulitan dalam hal memuaskan hasratnya lewat pernikahan resmi.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan orangtua untuk menghindarkan anak dari hasrat seksual sebelum waktunya, di antaranya adalah dengan cara "menghindarkan kebiasaan menyentuh alat kelamin anak, mengajarkan rasa malu kepada anak ketika ia sedang tidak memakai baju (tidak membiarkan anak telanjang), melarang anak untuk tidak saling mempertontonkan aurat, tidak membiasakan anak mandi bersama orangtua (ayah atau ibu), tidak membiarkan anak tidur dalam satu kamar bersama saudara beda jenis, tidak membiarkan anak bersembunyi di kamarnya dalam waktu berjam-jam, dan memisahkan ruang tidur anak terutama yang sudah balig untuk menghindarkan terjadinya masalah yang tidak diinginkan, hubungan inses (hubungan sedarah)" (Ibrahim Amini, 2006).

Selain upaya di atas, orangtua juga harus memberikan tauladan yang baik kepada anak. Mereka harus menjaga perilaku untuk tidak mempertontonkan kemesraan secara berlebihan. Hindarkanlah kebiasaan mengenakan pakaian yang tidak baik (merangsang), memperlihatkan adegan ciuman, percumbuan, dan melontarkan humor yang tidak pantas diucapkan di depan anak. Sebab, tindakan tersebut dapat merusak mental dan emosi anak.

Curahkanlah kasih sayang dan kemesraan kepada pasangan dengan cara dan di tempat yang tepat. Dengan demikian, anak akan terhindar dari perasaan dan keinginan seksual sebelum waktunya.

Sumber : www.perkembangananak.com

Jumat, 22 Agustus 2008

Kaidah Melatih Anak Puasa

Dalam menjalankan pelatihan ini ada beberapa hal yang sangat perlu kita perhatikan:

1. Kegiatan ini harus dipahami sebagai kegiatan pelatihan, pengkondisian dan penyiapan anak agar akrab dengan aktifitas ibadah bukan hal yang final.

Ini adalah proses pendidikan jadi bukan hasil yang kita harapkan. Oleh karena itu kebijaksanaan yang diterapkan harus tetap fleksibel bergantung pada keadaan anak, umur, fisik dan mentalnya.

2. Anak-anak masih dalam proses tumbuh kembang, supaya diperhatikan agar proses pelatihan shaum ini tidak mengabaikan kenyataan ini. Artinya anak balita yang shaum harus diperhatikan kebutuhan gizi dan tidurnya selama pelatihan berlangsung. Karena jika tidak., pelatihan ini akan berubah menjadi penganiayaan anak.

3. Pendidik harus istiqomah niat dan tekadnya karena Allah azza wa jalla bukan supaya tidak malu jika ditanya teman atau untuk meningkatkan status sosial di masyarakat. Ingatlah pahala yang dijanjikan karena pada hakekatnya keberhasilan pelatihan ini bukan melulu prestasi anak namun lebih menunjukkan pada prestasi orang tua karena merekalah yang banyak berperan baik sebagai promotor maupun sebagai supervision.

4. Ada banyak dampak psikologis yang harus dimengerti orang tua:

  • Anak biasanya akan menjadi sedikit rewel karena puasa menimbulkan ketidakseimbangan fisik dan mental biasanya sekitar jam 10.00 pagi, selepas dzuhur, ketika ashar dan menjelang berbuka. Perhatikanlah jam- jam rewel anak dan siapkan diri.
  • Shaum melatih anak untuk bisa mengendalikan dorongan dalam dirinya sehingga bisa menahan pemuasan segera (melatih kecerdasan emosi).
  • Shaum menumbuhkan kemampuan anak untuk merasakan kesulitan orang lain dan memupuk rasa santun pada orang-orang yang kurang beruntung.
  • Membantu anak memiliki akhlaq mulia terutama jujur. Allah swt melihat dan tahu apakah anak Shaum atau tidak.
  • Meningkatkan penghayatan dan pengamalan agama karena suasana dan semua orang Islam di seluruh dunia melakukannya.
  • Pelatihan shaum membuat anak menjadi lebih dekat dan akrab dengan orang tuanya.

5. Saat pelatihan shaum, sebaiknya orang tua mengurangi kegiatannya dan jika bekerja di kantor usahakan segera pulang bila jam kantor telah selesai.

Wallahu’alam.

Sumber: www.alhikmah.com

Senin, 11 Agustus 2008

PENDIDIKAN ANAK: BETULKAH SEBUAH INVESTASI ?

Oleh: Safir Senduk

Tak terasa, kini kita sudah mendekati tahun ajaran baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa dari tahun ketahun biaya pendidikan semakin mahal. Entah biaya pendidikan di universitas maupun di SD s/d SMU. Jangankan SD s/d SMU, orangtua keponakan saya yang tahun ini masuk TK pun harus merogoh uang yang cukup banyak untuk hanya membayar uang pangkal.

Menariknya, ketika berbicara tentang biaya pendidikan, banyak yang menganggap bahwa pendidikan adalah sebuah investasi. Lho, investasi apa? Ya, investasi. Harapannya, uang yang mereka keluarkan untuk biaya pendidikan si anak kelak akan kembali.

Sekarang, bagaimana dengan Anda? Kalau saat ini Anda adalah orangtua yang sedang berusaha memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak Anda, apakah Anda sendiri juga menganggap bahwa Anda sedang melakukan investasi untuk anak Anda?

Arti Investasi

Apa sih arti investasi itu sendiri? Saya terus terang sering membaca buku-buku keuangan yang luar biasa rumit pembahasannya. Di situ sering diceritakan bahwa investasi adalah begini atau investasi adalah begitu. Tapi sejujurnya, arti investasi buat saya adalah tindakan yang Anda lakukan untuk memperbesar nilai aset yang Anda punya. Contohnya nih, Anda punya uang tunai sebesar Rp 10 juta. Nah, Anda ingin menjadikan Rp 10 juta tersebut menjadi Rp 15 juta dalam waktu 1 tahun. Apa yang akan Anda lakukan? Mungkin memasukkannya ke sejumlah produk investasi. Atau, beberapa orang ada juga yang menggunakan uang Rp 10 juta tersebut menjadi modal usaha. Prinsipnya, diharapkan Anda akan mendapatkan untung Rp 5 juta dari Rp 10 juta tersebut, entah itu dari bunga atau dari pertumbuhan nilai aset itu sendiri.

Perlu diingat bahwa aset itu tidak hanya uang tunai lho. Rumah itu juga aset. Misalnya, Anda punya rumah senilai Rp 100 juta (bangunan + tanah). Anda ingin agar dalam setahun rumah tersebut bisa bernilai Rp 140 juta. Nah, apa yang Anda lakukan agar rumah tersebut tumbuh nilainya adalah sebuah tindakan berinvestasi. Misalnya dengan menambah taman disekililingnya, melakukan renovasi-renovasi kecil, dan lain sebagainya.

Hubungannya dengan Pembayaran Biaya Pendidikan Anak Anda

Lalu, apa hubungannya dengan biaya yang selalu Anda bayarkan setiap tahunnya untuk pendidikan anak Anda? Tergantung bagaimana Anda memandangnya. Apakah Anda berharap dengan membiayai pendidikan anak, kelak biaya hidup Anda akan ditanggung si anak? Anda harus menyadari bahwa pembiayaan pendidikan yang Anda lakukan untuk anak seharusnya memang sudah menjadi konsekuensi Anda sebagai orang tua. Ya kan?

Saran saya, jangan pernah membiayai pendidikan anak tetapi berharap bahwa suatu saat kelak si anak akan memberikan imbalan langsung kepada Anda. Entah anak Anda akan memberikan uang atau membiayai hidup Anda. Sekali-sekali jangan sampai itu terlintas di pikiran Anda, karena ­ sekali lagi ­ pembiayaan pendidikan yang Anda lakukan adalah sebuah kewajiban yang harus Anda lakukan, tanpa Anda perlu berpamrih apa-apa.

Tapi, menurut saya, pendidikan anak sebetulnya tetaplah sebuah investasi. Hasil dari pembiayaan pendidikan yang dilakukan orang tua nantinya akan lebih banyak dinikmati oleh si anak itu sendiri, bukan oleh si orang tua.

Sebagai contoh, bila orangtua membayari pendidikan anaknya, si orang tua boleh berharap bahwa mudah-mudahan saja dengan pendidikannya si anak bisa menjalani kehidupannya sehari-hari dengan baik nantinya ketika kelak ia dewasa. Atau, dengan pendidikan yang baik, diharapkan si anak bisa lebih pandai dalam berpikir, bertindak dan berkomunikasi.

Nah, apabila hasil investasi itu telah dinikmati oleh si anak, maka barulah ­ secara tidak langsung ­ keluarganya juga akan ikut terangkat derajat dan martabatnya. Ya, siapa sih yang tidak bangga bila si anak bisa menyelesaikan pendidikannya dan bisa jadi 'orang' serta punya peran di masyarakat? Siapapun pasti bangga. Ya kan?

Jadi, pantaslah bila dikatakan bahwa dengan Anda membayari pendidikan anak Anda, Anda sebetulnya telah melakukan investasi. Bukan investasi yang menghasilkan uang untuk keluarga, tapi investasi untuk menjadikan hidup anak Anda lebih baik, sehingga nantinya itu juga akan mengangkat derajat dan martabat Anda sebagai orang tuanya. Persiapkan biaya pendidikan anak Anda dengan baik sehingga Anda akan selalu punya cukup uang untuk membayari pendidikan anak Anda.
Salam.

Sumber : www.perencanakeuangan.com

Selasa, 15 Juli 2008

Mencetak Anak Cerdas ? ...GAMPANG !

Anak cerdas tentu dambaan setiap orang, sebab kecerdasan merupakan modal tak ternilai bagi si anak untuk mengarungi kehidupan di hadapannya. Beruntung kecerdasan yang baik ternyata bukan harga mati, melainkan dapat diupayakan.

Anak cerdas tentu dambaan setiap orang, sebab kecerdasan merupakan modal tak ternilai bagi si anak untuk mengarungi kehidupan di hadapannya. Beruntung kecerdasan yang baik ternyata bukan harga mati, melainkan dapat diupayakan.

Dr. Bernard Devlin dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburg, AS, memperkirakan faktor genetik cuma memiliki peranan sebesar 48% dalam membentuk IQ anak. Sisanya adalah faktor lingkungan, termasuk ketika si anak masih dalam kandungan.

Untuk menjelaskan peran genetika dalam pembentukan IQ anak, seorang pakar lain di bidang genetika dan psikologi dari Universitas Minnesota, juga di AS, bernama Matt McGue, mencontohkan, pada keluarga kerajaan yang memiliki gen elit, keturunannya belum tentu akan memiliki gen elit. ''Keluarga bangsawan yang memiliki IQ tinggi umumnya hanya sampai generasi kedua atau ketiga. Generasi berikutnya belum diketahui secara pasti, karena mungkin saja hilang, meski dapat muncul kembali pada generasi kedelapan atau berikutnya'', ungkap McGue. ''Orang tua yang memiliki IQ tinggi pun bukan jaminan dapat menghasilkan anak ber-IQ tinggi pula.'' Ini menunjukkan genetika bukan satu-satunya faktor penentu tingkat kecerdasan anak.
Faktor lingkungan, dalam banyak hal, justru memberi andil besar dalam kecerdasan seorang anak. Yang dimaksud tak lain adalah upaya memberi ''iklim'' tumbuh kembang sebaik mungkin sejak si anak masih dalam kandungan agar kecerdasannya dapat berkembang optimal. Dengan gizi dan perawatan yang baik misalnya, si Polan bisa cerdas. Atau dengan menjaga kesehatan secara baik dan menghindari racun tubuh selagi ibunya mengandung dia, si Putri dapat memiliki intelegensia baik. Begitu pula dengan memberikan kondisi psikologis yang mendukung, angka IQ si Tole lebih tinggi dari teman sebayanya. Gizi, perawatan, dan lingkungan psikologis itulah faktor lingkungan penentu kecerdasan anak.

Kisah Helen dan Gladys, sepasang bayi kembar, bisa menjadi salah satu buktinya. Pada usia 18 bulan mereka dirawat secara terpisah. Helen hidup dan dibesarkan dalam satu keluarga bahagia dengan lingkungan yang hidup dan dinamis. Sedangkan Gladys dibesarkan di daerah gersang dalam lingkungan ''miskin'' rangsangan intelektual. Ternyata saat dilakukan pengukuran, Helen memiliki angka IQ 116 dan berhasil meraih gelar sarjana dalam bidang Bahasa Inggris. Sebaliknya Gladys terpaksa putus sekolah lantaran sakit-sakitan dan IQ-nya 7 angka di bawah saudara kembarnya.

Gizi dan Perilaku Ibu

Dr. Devlin menemukan bukti bahwa keadaan dalam kandungan juga sangat berpengaruh pada pembentukan kecerdasan. ''Ada otak substansial yang tumbuh dalam kandungan'', jelasnya. ''IQ sangat tergantung pada bobot lahir bayi. Anak kembar, rata-rata memiliki IQ 4 - 7 angka di bawah anak lahir tunggal karena umumnya bayi kembar memiliki bobot badan lebih kecil'', tambahnya.

Lebih dari 20 tahun terakhir berbagai penelitian juga mengungkapkan korelasi positif antara gizi, terutama pada masa pertumbuhan pesat, dengan perkembangan fungsi otak. Ini berlaku sejak anak masih berbentuk janin dalam rahim ibu. Pada janin terjadi pertumbuhan otak secara proliferatif (jumlah sel bertambah), artinya terjadi pembelahan sel yang sangat pesat. Kalau pada masa itu asupan gizi pada ibunya kurang, asupan gizi pada janin juga kurang. Akibatnya jumlah sel otak menurun, terutama cerebrum dan cerebellum, diikuti dengan penurunan jumlah protein, glikosida, lipid, dan enzim. Fungsi neurotransmiternya pun menjadi tidak normal.

Dengan bertambahnya usia janin atau bayi, bertambah pula bobot otak. Ukuran lingkar kepala juga bertambah. Karena itu, untuk mengetahui perkembangan otak janin dan bayi berusia kurang dari setahun dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan mengukur lingkar kepala janin.

Begitu lahir pun, faktor gizi masih tetap berpengaruh terhadap otak bayi. Jika kekurangan gizi terjadi sebelum usia 8 bulan, tidak cuma jumlah sel yang berkurang, ukuran sel juga mengecil. Saat itu sebenarnya terjadi pertumbuhan hipertropik, yakni pertambahan besar ukuran sel. Penelitian menunjukkan, bayi yang menderita kekurangan kalori protein (KKP) berat memiliki bobot otak 15 - 20% lebih ringan dibandingkan dengan bayi normal. Defisitnya bahkan bisa mencapai 40% bila KKP berlangsung sejak berwujud janin. Karena itu, anak-anak penderita KKP umumnya memiliki nilai IQ rendah. Kemampuan abstraktif, verbal, dan mengingat mereka lebih rendah daripada anak yang mendapatkan gizi baik.

Asupan zat besi (Fe) juga diduga erat kaitannya dengan kemampuan intelektual. Untuk membuktikannya, Politt melakukan penelitian terhadap 46 anak berusia 3 - 5 tahun. Hasilnya menunjukkan, anak dengan defisiensi zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah. Penelitian Sulzer dkk. juga menunjukkan anak menderita anemia (kurang darah akibat defisiensi zat besi) mempunyai nilai lebih rendah dalam uji IQ dan kemampuan belajar.

Maka atas dasar hasil penelitian tadi, kita bisa mengatur makanan anak sejak janin. Ketika anak masih dalam kandungan, si ibu mesti makan untuk kebutuhan berdua dengan gizi yang baik. Perilakunya juga mesti dijaga agar tidak memberi pengaruh buruk terhadap janin. Pasalnya, perilaku ''buruk''ibu hamil, merokok misalnya, ternyata juga menjadikan IQ anak rendah.

Penelitian David L. Olds et. al. (1994) dari Departement of Pediatrics, University of Colorado di Denver, AS, menunjukkan bayi-bayi yang lahir dari ibu perokok memiliki faktor potensial ber-IQ rendah, seperti bobot lahir rendah, lingkar kepala lebih kecil, lahir prematur, dan perawatan saat di ICU lebih lama dibandingkan dengan bayi dari ibu tidak merokok selama hamil. Anak dari ibu perokok selama hamil pada usia 12 - 24 bulan memiliki nilai IQ 2,59 angka lebih rendah, pada 36 - 48 bulan memiliki nilai IQ 4,35 angka lebih rendah ketimbang IQ anak dari ibu tidak merokok saat hamil.

Menurut David, asap rokok diduga akan mengurangi pasokan oksigen yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan sistem syaraf janin. Nikotin rokok akan membuat saluran utero-plasental menyempit. Akibatnya, sel-sel otak bayi akan menderita hypoxia atau kekurangan oksigen. Asap rokok juga akan memicu terjadinya proses carboxy hemoglobin, yaitu sel-sel darah yang semestinya mengikat oksigen malah mengikat CO dari asap rokok. Selain itu, asap rokok juga mengandung sekitar 2.000 - 4.000 senyawa kimia beracun yang secara langsung mengganggu dan merusak berbagai proses tumbuh kembang sel-sel dan
sistem syaraf.

Merokok selama hamil juga berpengaruh pada kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam proses tumbuh kembang sel otak. Misalnya, kebutuhan zat besi akan meningkat karena harus memenuhi keperluan pembentukan sel-sel darah yang banyak mengalami kerusakan. Hal ini akan mengurangi kemampuan dan persediaan zat gizi lainnya, seperti vit. B-12 dan C, asam folat, seng (Zn), dan asam amino. Zat-zat gizi tsb. dilaporkan sangat diperlukan dalam proses tumbuh kembang sel-sel otak janin. Jika terjadi kekurangan zat-zat gizi esensial, proses tumbuh kembang otak tidak optimal, sehingga nilai IQ pun menjadi lebih rendah.

Setelah lahir, asupan gizi bagi bayi juga harus dijaga tetap baik. Idealnya, anak mendapatkan ASI secara eksklusif sampai usia 4 - 6 bulan. Jenis makanan, selain ASI, untuk bayi dan anak balita sebaiknya dibuat dari bahan makanan pokok (nasi, roti, kentang, dll.), lauk pauk, bebuahan, air minum, dan susu sebagai sumber protein dan energi. Jangan lupa, bahan makanan harus diolah sesuai tahap perkembangan dari lumat, lembek, selanjutnya padat. Secara keseluruhan asupan makanan sehari harus mengandung 10 - 15% kalori dari protein, 20 - 35 % dari lemak, dan 40 - 60% dari karbohidrat.

Menu seimbang diberikan sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Sejak awal balita, jika memungkinkan, anak diberi susu sebanyak 500 ml. Namun, jika ASI cukup, susu pengganti tidak perlu diberikan hingga usia dua tahun.

Perhatian juga mesti diberikan terhadap jadwal pemberian makanan. Makan besar tiga kali (sarapan, makan siang, dan malam), makan selingan (makan kecil) dua kali yang diberikan di antara dua waktu makan besar, air minum diberikan setelah makan dan ketika anak merasa haus, serta susu diberikan dua kali, yakni pagi dan menjelang tidur malam.

Untuk mengetahui kecukupan gizi pada anak ada dua cara yang bisa digunakan. Pertama cara subjektif, yakni mengamati respon anak terhadap pemberian makanan. Makanan dinilai cukup jika anak tampak puas, tidur nyenyak, aktifitas baik, lincah, dan gembira. Anak cukup gizi biasanya tidak pucat, tidak lembek, dan tidak ada tanda-tanda gangguan kesehatan.

Cara kedua adalah dengan pemantauan pertumbuhan secara berkala. Cara ini dilakukan dengan mengukur bobot dan tinggi anak, dilengkapi dengan mengukur lingkar kepala pada anak sampai usia 3 tahun. Hasil pengukuran dibandingkan dengan data baku untuk anak sebaya. Jika ditemukan tanda-tanda kurang sehat, seperti pucat atau rambut tipis dan kemerahan, anak perlu diperiksa secara medis. Ada baiknya juga dilakukan pemeriksaan psikologis, terutama bila ada kemunduran prestasi belajar.

Tempat Tinggal dan Cerita

Selain faktor gizi dan perawatan, apa yang dilihat, didengar, dan dipelajari anak, sejak dalam kandungan sampai usia lima tahun, sangat menentukan intelegensia dasar untuk masa dewasanya kelak. Setelah usianya melewati lima tahun, secara potensial IQ-nya telah tetap. Dengan begitu, masa itulah merupakan kesempatan emas bagi kita untuk memacu tingkat kecerdasan anak.

Menurut Jean Piaget, psikolog dari Swis, semakin banyak hal baru yang dilihat dan didengar, si anak akan semakin ingin melihat dan mendengar segala sesuatu yang ada dan terjadi di lingkungannya. Karenanya disarankan agar orang tua memperkaya lingkungan tempat tinggal (kamar tidur atau kamar bermain) bayi dengan warna dan bunyi-bunyian yang merangsang. Umpamanya, gambar-gambar binatang atau bunga, musik, kicauan burung, dsb. Semuanya mesti tidak menimbulkan ketakutan dan kegaduhan pada anak.

Para pakar juga yakin lingkungan verbal bagi anak juga tak kalah pentingnya. Bahasa yang didengarkan anak bisa meningkatkan atau menghambat kemampuan dasar berpikirnya. Penelitian hal ini dilakukan psikolog Rusia. Ia membayar para ibu keluarga miskin untuk membacakan cerita dengan suara keras untuk bayi mereka masing-masing selama 15 - 20 menit setiap hari. Menjelang berusia 1,5 tahun, bayi menjalani pengukuran. Hasilnya, bayi-bayi itu memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik ketimbang bayi-bayi seusianya di daerah yang sama.

Penelitian lain dilakukan di sebuah sekolah perawat di New York, AS, terhadap dua kelompok anak usia tiga tahun. Masing-masing anak diperlakukan secara berbeda. Kelompok pertama diberi pelajaran berbahasa selama 15 menit setiap hari. Kelompok kedua diberi perhatian khusus juga selama 15 menit tanpa pelajaran bahasa. Setelah 4 bulan ternyata kelompok pertama mendapatkan kenaikan intelegensia rata-rata sebesar 14 angka. Sedangkan kelompok kedua kenaikan rata-ratanya cuma 2 angka.

Nah, untuk mendapatkan anak cerdas ternyata gampang. Cuma dengan memberi makanan sehat, perawatan baik, dan lingkungan psikologis yang mendukung sejak dalam kandung hingga usia lima tahun, besar kemungkinan harapan kita akan tercapai.

by : Khamid Wijaya/dr. Audrey Luize/M. Harli/Masitoh

www.info.balitacerdas.com

Kamis, 10 Juli 2008

Anak-anak Dalam Pertumbuhan Era Digital

Jutaan anak remaja saat ini telah memasuki era digital melalui kehidupan dunia maya di Internet. Industri web komunitas-entertainment pun berkembang dengan sedemikian pesatnya. Club Penguin, Webkinz, Starfall, dan Facebook mungkin baru sebagian kecil dari jutaan ‘kid-friendly sites’ yang saat ini sedang digandrungi anak-anak. Kebanyakan penggemar website ini adalah anak-anak usia sekolah hingga mahasiswa. Dan deretan ‘kid-friendly sites’ sangat menikmati keuntungan yang dihasilkan dari fenomena ini. Contohnya, Webkinz, pembuat mainan anak yang mengambil karakter dari virtual-world ini mengalami pertumbuhan pengunjung hingga 6 juta anak tahun ini, angka ini merupakan lonjakan kenaikan 300% dari perolehan angka pengunjung tahun lalu.

Para marketer dan brand-brand raksasa juga memberikan perhatian lebih pada hal ini. Contohnya Disney yang pada musim semi yang lalu membeli Club Penguin senilai $350 juta dollar. Selain itu brand-brand lainnya seperti Toyota Motor, Kellogg's, PepsiCo, dan Warner Bros. juga berlomba-lomba untuk meningkatkan iklannya dengan target anak-anak di virtual world. Hal ini merupakan sebuah fakta baru bahwa ternyata anak-anak merupakan sasaran empuk yang banyak diincar oleh para pengiklan saat ini.

Selain sebagai sasaran iklan, anak-anak juga sangat terkait dalam pertumbuhan teknologi multimedia terutama dalam edukasi dan entertaiment. Dalam dunia edukasi pun telah banyak dijumpai bagaimana situs maupun software edukasi dipergunakan sebagai sarana mendidik anak-anak. Bahkan untuk anak 5 tahun pun sekarang telah tersedia software dan game edukasi yang dirangkai dengan musik untuk membantu mereka mengembangkan kemampuan dan kecerdasannya.

Namun hal yang perlu diperhatikan disini adalah dengan semakin mudah dan familiarnya anak dengan Internet dan menemukan berbagai macam informasi di Internet, tidak boleh mengurangi pertumbuhan verbal dan sosial anak dalam dunia nyata. Hal tersebut didasarkan oleh fakta hasil penelitian terhadap anak-anak di Amerika, yang ternyata dengan sangat cepat dapat menunjukkan letak Irak dengan Internet, namun menjadi kebingungan saat mencari letaknya dalam sebuah globe fisik bola dunia. Tentu saja fakta seperti ini merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam suatu pengembangan teknologi edukasi masa depan.

www.beritanet.com