Rabu, 24 September 2008

Metode Hukuman Yang Efektif

Menghadapi anak yang sering membuat ulah, susah diatur, dan banyak menyusahkan orangtua adalah menjengkelkan. Terkadang ketika menghadapi perilaku negatif anak seperti itu banyak orangtua yang merasa tidak sabar lagi ingin mencerca, membentak, dan bahkan ingin memukulnya. Namun, tindakan orangtua seperti itu tentu tidak akan efektif, malah boleh jadi sebaliknya anak akan semakin bertingkah dan membangkang.

Ada hal yang penting orangtua ingat kembali bahwa salah satu tujuan dari memberikan hukuman kepada anak adalah supaya anak bisa merenungi kesalahannya dan tidak mengulangi lagi kesalahannya tersebut. Oleh karena itu, apabila orangtua langsung marah-marah, membentak, dan memukul anak ketika ia melakukan suatu kesalahan, maka tentu saja bagi anak tidak memiliki kesempatan untuk merenungkan kesalahannya tersebut. Anak bahkan mungkin tidak mengerti mengapa ia dipukul atau dibentak-bentak seperti itu. Apabila tindakan orangtua tersebut sering dirasakan oleh anak, maka perasaan benci dan dendam anak kepada orangtua akan timbul dalam dirinya (yer).

Kesimpulannya, metode hukuman akan leih efektif jika digunakan sekali-kali, tidak sering, dan hanya untuk perilaku yang sangat serius. Bentuk hukuman apapun yang sering diterapkan dan diberikan karena hanya masalah kecil akan menimbulkan rasa marah dan dendam kepada orangtuanya. Lambat laun tindakan orangtua tersebut dapat menimbulkan ikatan antara anak dengan orangtua akan menjadi terputus (Jacob Azerrad, Ph.D., 2005).

Daripada memberikan cercaan, omelan, atau pukulan atas tindakan salah yang dilakukan oleh anak, lebih baik berikanlah hukuman lain seperti tidak boleh menikmati hiburan TV, meminta anak duduk di pojok ruangan, atau tidak memberikan perhatian kepadanya dengan mengatakan bahwa orangtua tidak suka pada perilakunya.

Sumper : www.perkembangananak.com

Sabtu, 13 September 2008

Menjaga Anak dari Reaksi Seksual Sebelum Waktunya

Di masyarakat kita, masih banyak orangtua yang mengira bahwa anak kecil tidak akan terpengaruh oleh masalah seks, sebab ia belum mengerti apa-apa tentang seks. Pandangan orangtua seperti itu harus segera dirubah. Sebab, sebagian anak ada yang sudah memiliki hasrat seksual lebih cepat. Misalnya, ada beberapa anak yang sudah merasakan kenikmatan ketika kemaluannya tersentuh, ada anak yang suka melihat kemaluan milik dirinya sendiri atau milik orang lain (temannya), ada anak yang tertarik membicarakan masalah seks dengan teman-temannya. Bahkan ada juga anak yang suka mengkhayal, membayangkan hubungan seks dan terbiasa melakukan onani.

Oleh karena itu, Orangtua harus waspada dan tidak boleh membiarkan hal di atas terjadi pada anak. Bila hal tersebut terus dilakukan oleh anak sampai ia dewasa, maka dikhawatirkan akan membuatnya menjadi kecanduan dan menimbulkan masalah yang tidak diharapkan. Seperti, timbulnya reaksi pelecahan seksual dan kesulitan dalam hal memuaskan hasratnya lewat pernikahan resmi.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan orangtua untuk menghindarkan anak dari hasrat seksual sebelum waktunya, di antaranya adalah dengan cara "menghindarkan kebiasaan menyentuh alat kelamin anak, mengajarkan rasa malu kepada anak ketika ia sedang tidak memakai baju (tidak membiarkan anak telanjang), melarang anak untuk tidak saling mempertontonkan aurat, tidak membiasakan anak mandi bersama orangtua (ayah atau ibu), tidak membiarkan anak tidur dalam satu kamar bersama saudara beda jenis, tidak membiarkan anak bersembunyi di kamarnya dalam waktu berjam-jam, dan memisahkan ruang tidur anak terutama yang sudah balig untuk menghindarkan terjadinya masalah yang tidak diinginkan, hubungan inses (hubungan sedarah)" (Ibrahim Amini, 2006).

Selain upaya di atas, orangtua juga harus memberikan tauladan yang baik kepada anak. Mereka harus menjaga perilaku untuk tidak mempertontonkan kemesraan secara berlebihan. Hindarkanlah kebiasaan mengenakan pakaian yang tidak baik (merangsang), memperlihatkan adegan ciuman, percumbuan, dan melontarkan humor yang tidak pantas diucapkan di depan anak. Sebab, tindakan tersebut dapat merusak mental dan emosi anak.

Curahkanlah kasih sayang dan kemesraan kepada pasangan dengan cara dan di tempat yang tepat. Dengan demikian, anak akan terhindar dari perasaan dan keinginan seksual sebelum waktunya.

Sumber : www.perkembangananak.com